Wednesday 27 March 2013

The Importance of Social History



     Mengapa social history menjadi suatu hal yang penting dan diperlukan dalam menangani klien? Social history atau riwayat sosial adalah rangkaian informasi yang terkait dengan klien, masalah klien, dan penyebab terjadinya masalah tersebut. Riwayat sosial dapat didapatkan secara oral (wawancara) maupun tertulis (formulir). Penggalian informasi akan lebih mendalam dan lebih lengkap jika menggunakan wawancara. Informasi ini biasanya didapatkan selama 1-2 sesi, dan maksimum 3 sesi. Riwayat sosial diperlukan karena dalam dunia tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman  dalam sama/persis. Peristiwa yang dialami bisa saja sama, namun cara pemaknaaan, pemahaman, dan pengekspresian terhadap peristiwa tersebut berbeda satu sama yang lain. Riwayat klien bukan hanya sekedar kumpulan fakta, namun lebih kepada persepsi, pemahaman, dan pemaknaan klien. Melalui cerita klien, kita dapat menyimpulkan bahwa klien memiliki strategi yang adaptif ataupun maladaptif.
     Riwayat sosial mencakup banyak area-area tertentu. Yang pertama, i-ter harus mendapatkan informasi mengenai family history dari klien. Kelahiran, tumbuh kembang klien, dan silsilah keluarga klien harus diketahui. Orang dapat saja mengalami masalah yang sama dengan keluarganya. Sangat penting untuk mengetahui pola komunikasi, konflik, karakteristik keluarga, konflik saat ini maupun masa lalu yang berhubungan dengan masalah klien saat ini, dan bagaimana norma budaya di lingkungan mempengaruhi klien.
     Family history memungkinkan i-ter untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran orangtua, saudara, pasangan, anak, dan orang lain yang terkait. Selain itu, i-ter dapat mempelajari hubungan antara klien dan saudaranya pada masa kecil, dan mempelajari kemungkinan adanya gangguan mental dalam keluarga klien termasuk saudara jauh. Untuk menjaga keefektifan informasi dapat digunakan family genogram yang dikembangkan oleh Murray Bowen.



     Educational history menjadi bagian terpenting kedua karena dalam pendidikan yang dijalani oleh klien, klien mendapat pembelajarn serta pembentukan kepribadian. Nilai rapor belum dapat mengambarkan kecerdasan seseorang. Banyak orang yang suskes dalam pekerjaan, namun tidak mendapat nilai yang bagus pada saat sekolah. Ada pula orang yang baik dalam sekolah dan pekerjaan, namun harus ditinggalkan karena penggunaan obat-obatan terlarang. Orang yang mempunyai hubungan sosial yang baik ketika sekolah, biasanya juga sukses dalam hubungan sosial di kala dewasa.
    Seorang i-ter juga harus mendapatkan informasi yang berhubungan dengan job history kliennya. Akan lebih baik jika i-ter bertanya “Apa kesibukan anda sehari-hari?”. Pertanyaan tersebut terkesan lebih sopan dan tidak menyinggung karena tidak semua orang memiliki pekerjaan. Marital history juga menjadi area yang tercakup dalam riwayat sosial klien. Informasi mengenai berapa kali klien menikah dan status pernikahan klien dapat menjadi kesempatan bagi i-ter untuk mengetahui hubungan klien dengan significant others.
     Informasi mengenai interpersonal relationship seperti hubungan klien dengan tetangga, teman, teman kerja, dan lingkungan menjadi area yang perlu diketahui juga. Selain itu, rekreasi atau waktu santai (recreational reference) perlu diketahui karena pada prinsipnya hidup yang dijalani oleh seseorang harus seimbang. Ada kalanya seseorang berperilaku kekanak-kanakan seperti guling-guling ataupun berteriak. Hal tersebut dianggap normal apabila sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
     Informasi mengenai orientasi seksual, praktek seksual, referensi seksual, masalah, penyakit, dan sexual abuse . Segala hal yang berkaitan dengan sexual history dari klien perlu diketahui walaupun hal tersebut merupakan hal yang sensitive dan sukar dijawab. Berkaitan dengna hal ini, i-ter harus bersikap hati-hati dalam bertanya dan member respon. I-ter dapat memulai bertanya tentang adanya perubahan kepuasan ataupun hubungan seksualnya. Jika diindikasikan terdapat perubahan, mintalah pada klien untuk berpikir apa penyebabnya.
     Informasi yang terkait dengan medical history seperti rawat inap, rawat jalan, operasi, masalah kesehatan, medical check up terakhir, nama dan dosis obat, serta informasi mengenai dokter yang biasa menangani klien juga perlu diketahui. Riwayat medis tersebut akan berguna dalam proses penanganan klien. Jika klien yang lupa nama obat ataupun dosis obat yang dikonsumsi, mintalah klien untuk membawa obat-obat tersebut pada saat sesi berikutnya.
     Penting untuk mengetahui psychiatric / psychotherapy history dari klien. I-ter perlu mengetahui penanganan yang pernah digunakan oleh klien. Walaupun demikian, jangan berasumsi bahwa diagnosis tersebut absolute. Penting bagi i-ter untuk menemukan padangan klien mengenai pengalamannya. Selain itu, legal history klien juga penting untuk diketahui. Cara yang baik untuk bertanya mengenai hal tersebut adalah “Apa pertemuan yang pernah anda lalui dengan sistem hukum dan peradilan?”. Jawaban klien mengenai pertanyaan tersebut lebih akurat dibandingkan jika i-ter bertanya apa masalah hukum yang pernah ia hadapi. Pertanyaan tersebut dapat memicu klien untuk berkata tidak jujur dan terkesan menutup-nutupi. Penting untuk mengetahui tuntutan hukum, speeding ticket, dan lama waktu di penjara.
     Cara untuk mendapatkan informasi mengenai alcohol and substance use dari klien adalah dengan melihat hubungan sosial, pekerjaan, dan masalah hukum yang dihadapi oleh klien. Apakah klien memiliki ketergantungan terhadap alcohol atau tidak. Selain itu, perlu diketahui mengenai konsumsi nicotine / caffeine dari klien. Berapa banyak rokok dan kopi yang dikonsumsi oleh klien dalam sehari.
     Area riwayat sosial antara anak-anak dan remaja berbeda dengan area riwayat sosial pada orang dewasa. Pada anak-anak dan remaja, informasi yang perlu diketahui adalah childhood nuclear family, tumbuh kembang klien, kesehatan, pendidikan, gambaran keluarga, asking about abuse, dan gangguan kepribadian, serta riwayat medis dari klien. Sedangkan pada orang dewasa yang perlu diketahui adalah riwayat pekerjaan, riwayat hukum, agaman, situasi tempat tinggal, jaringan sosial, status pernikahan, waktu santai, riwayat medis, gangguan kepribadian dan riwayat keluarga.
     Informasi-informasi di atas dapat kita ketahui dengan maksimal jika kita mendengarkan dengan baik perkataan klien dan melakukan inquiry terhadap pernyataan-pernyataan klien.

TIPS untuk Anda dalam melakukan wawancara riwayat sosial yang baik: 
1.    Dengar dengan seksama!
2.    Tanya yang wothed saja
3.    Lakukan interview, bukan interogasi.
4.    Serius (alami dan spontan)
5.    Ingat pernyataan yang penting
6.    Aware dengan perbedaan budaya
7.    Beri klien waktu menceritakan dengan jelas (didukung juga dengan probing yang baik dari i-ter)

Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda.. :) 

Wednesday 20 March 2013

Have you have the basic skill of interview ?



Untuk menjadi seseorang yang professional tentu memerlukan skill atau keterampilan.

     Seorang interviewer (i-ter) yang baik juga memerlukan beberapa keterampilan dasar dalam melakukan wawancara terhadap interviewee (i-tee). Keterampilan dasar pertama yang harus dimiliki oleh i-ter adalah kemampuan membina rapport.  Kemampuan yang baik dalam membina rapor akan membuat i-tee merasa nyaman dan berbicara secara jujur dan bebas mengenai masalahnya. Sikap seorang i-ter merupakan kunci dalam membina rapor. Sikap ramah, memperisakan duduk, jabat tangan, sambutan hangat, dan percakapan kecil mengenai cuaca dapat membantu mencairkan suasana yang tegang. Namun, budaya dan agama seorang klien juga harus dipertimbangkan dalam melakukan hal tersebut.
     Seorang i-ter diharapkan tidak menunjukkan raut muka datar dan wajah yang “judgemental”. Selain itu, karakteristik ruangan juga perlu diperhatikan seperti tersebutyediaan kursi yang setara (tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah). Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar i-tee merasa nyaman. Hal yang cukup penting juga adalah jangan menerima telepon, fokus kepada cerita klien, dan hindari hal-hal yang dapat menganggu jalannya percakapan.  Jangan menggunakan jargon-jargon psikologi, namun gunakanlah bahasa yang dimengerti klien dan perhatikan pendidikan i-tee.
     Keterampilan dasar kedua adalah empati. Kunci dari proses ini adalah fokus terhadap klien setiap saat. Keefektifan empati bergantung pada kualitas rapor dengan klien. Penting untuk mengetahui perasaan klien, pengalaman , dan perilaku klien. Walaupun kita tidak mengalami masalah yang dihadapi klien, kita dapat berusaha memahami dengan memposisikan diri kita pada masalah yang dihadapinya. Klien dapat mengetahui bahwa kita menerima, mengerti, dan memahami kata-kata atau masalahnya tanpa membuat judgement terhadap apa yang diceritakan dan diperbuat.
     Keterampilan dasar ketiga adalah attending behavior. Kunci dari proses ini adalah mengurangi kuantitas bicara kita dan memberikan klien waktu untuk bercerita. Mendengarkan, fokus terhadap cerita, diam, dan hanya memberikan isyarat non-verbal diperlukan dalam hal ini. Attending akan mudah jika kita memfokuskan perhatian kita kepada klien bukan kepada diri sendiri. Seorang i-ter dapat mencatat perkataan klien namun dengan izin klien terlebih dahulu, kemudian i-ter dapat bertanya ataupun memberikan komentar seputar topic yang diceritakan. 4 dimensi yang perlu diperhatikan dalam attending behavior:
1.    Visual: Jaga kontak mata dengan klien dan jangan mengalihkan pandangan
2.    Vocal qualities: Nada dan kecepatan berbicara perlu diperhatikan, jangan terlalu cepat dan lambat. 
3.    Verbal tracking: Jangan mengubah tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan sejak awal dan jangan berbicara lompat-lompat
4.    Body language: bahasa tubuh kita dapat membuat klien merasa tidak nyaman. Duduk bertopang dagu dan lipat tangan dapat membuat klien berpikir kita tidak tertarik dengan ceritanya.
     Keterampilan dasar keempat adalah teknik bertanya. Dalam wawancara terdapat teknik bertanya yaitu open question (sifatnya tidak mengarahkan dan klien bebas dalam menjawab) dan closed question (mengarahkan dan jawabannya pendek seperti “ya” atau “tidak”). Closed question dapat membuat klien terpengaruh dengan pemikiran i-ter. 5 hal yang harus dihindari, yaitu:
1.    Being intrusive: jangan paksa klien bicara à klien terganggu dan tidak percaya dengan i-ter.
2.    Jangan bersikap seperti mengintrogasi à klien takut & info tidak terungkap.
3.    Jangan mengontrol klien dengan pertanyaan terus-menerus à klien bingung dan tidak bisa mengungkapkan perasaanya.
4.    Jangan bertanya “Mengapa” karena hanya memunculkan alasan klien bukan hal yang berada di dalam diri klien, tetapi bertanya dengan menggunakan “apa”, “bagaimana”, dan “kapan”.
5.    Bertanya cuma karena mau tahu saja atau “kepo” -> klien kesal!
     Keterampilan dasar kelima adalah kemampuan observasi. I-ter harus mampu mengobservasi perilaku nonverbal klien. Bagaimana bahasa tubuh dan ekspresi yang diberikan oleh klien selama bercerita. I-ter harus mampu mengobservasi perilaku verbal klien, bagaimana klien berbicara dan hal-hal yang diberi penekanan lebih oleh klien. I-ter juga harus mewaspadai diskrepansi verbal dan non-verbal klien selama wawancara. Bisa saja klien belum menceritakan semua hal dengan jujur dan nyaman terhadap hal yang dibicarakan.
     Keterampilan dasar keenam adalah active listening. Dalam proses ini, i-ter dapat melakukan paraphrasing (fokus ke isi cerita) dan parroting (pengulangan perkataan klien). Dalam paraphrasing, i-ter mengklarifikasi perkataan dari klien. Yang perlu diingat disini adalah paraphrasing BERBEDA dengan parroting. Selanjutnya, yang perlu diasah oleh semua i-ter maupun klien adalah membedakan pikiran dan perasaan. Kita sering kali tidak dapat membedakan antara pikiran dan perasaan. Jika ditanya, apa yang kamu rasakan? Saya merasa emosi. Kata “saya merasa” merupakan bentuk dari pikiran. Perasaan biasanya diungkapkan dengan 1 kata (ex: sedih), sedangkan pikiran diungkapkan dengan untaian kata. Selain itu, kata “emosi” juga dapat mengandung banyak arti. Sedih L, marah, kesal, terharu, dan takut juga merupakan suatu bentuk emosi. Masih banyak orang yang tidak dapat membedakan antara bentuk-bentuk emosi tersebut. Yang perlu dipelajari oleh kita semua adalah membedakan emosi-emosi tersebut dan karakteristik dan masing-masing emosi.
     Hal di atas merupakan keterampilan dasar wawancara yang harus dimiliki oleh seorang pewawancara yang baik terutama seorang psikolog. Semoga ulasan singkat ini dapat berguna bagi kita semua.. J  

Tuesday 12 March 2013

Psychology at work





HRD. Kata yang sudah tidak asing lagi bukan? Mendengar kata tersebut saja, sudah langsung terbesit dalam pikiran kita tentang perusahaan, seleksi karyawan, ataupun recruitment.

     HRD memang berhubungan dengan ketiga hal di atas. Kebanyakan orang awam lebih mengenal kata HRD dibandingkan dengan PIO (Psikologi Industri dan Organisasi). PIO sendiri merupakan bidang psikologi yang mengkaji dan menerapkan psikolgi di ranah industri dan organisasi. HRD merupakan bagian dari PIO. HRD biasanya melakukan wawancara terhadap calon karyawan. Sebenarnya tujuan HRD melakukan wawancara itu apa sih? Jawabannya mudah dan masuk akal, yaitu untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai calon karyawan. Walaupun calon karyawan telah memberikan CV, namun wawancara akan sangat diperlukan untuk mengetahui calon karyawan tersebut berbohong atau tidak. 

Dalam wawancara sendiri, pewawancara dapat mengobservasi tingkah laku calon karyawan selama wawancara. Gestur tubuh, mimik, kontak mata, dan cara bicara dari calon karyawan. Hal-hal tersebut merupakan kelebihan wawancara dalam bidang PIO. Sedangkan, kekurangannya adalah saat pewawancara tidak mendengarkan dengan seksama jawaban dari calon karyawan. Saat pewawancara tidak jeli, maka pewawancara dapat dikelabui oleh cara karyawan. 


     Pengaplikasian wawancara dalam bidang PIO bukan hanya pada saat seleksi karyawan baru, tetapi juga dapat digunakan untuk promosi, rotasi, demosi, dan mutasi.  Permasalahan yang dihadapi saat wawancara adalah pelepasan emosional calon karyawan baru akan menghambat efisiensi waktu wawancara. Salah satu cara untuk menanganinya adalah dengan sabar menunggu calon karyawan tersebut bercerita. Selain itu, masalah lain yang tidak kalah menarik adalah saat rekan 1 tim HRD tidak sependapat untuk menerima calon karyawan yang menurut kita sesuai. Hal tersebut dapat dipahami karena dalam menyeleksi karyawan, kita bukan bekerja secara personal namun tim. Yang dapat dilakukan adalah rapat dengan tim HRD lainnya untuk menentukan keputusan yang terbaik.  
     Hallo effect juga merupakan masalah yang kerap kali terjadi dalam proses wawancara. Saat calon karyawan berpakian layaknya seorang eksekutif, tidak jarang pewawancara akan menganggap orang tersebut merupakan seseorang yang pintar, berwibawa, dan bekerja keras. Hal tersebut merupakan salah satu hallo effect yang terjadi. Menilai objektif akan sangat diperlukan dalam hal ini. Masalah terakhir yang dihadapi adalah saat karyawan baru yang sudah kita tempatkan di suatu divisi tidak menunjukkan performa kerja yang baik. Pemanggilan karyawan tersebut dan training akan sangat membantu permasalahan tersebut.
     Satu hal yang penting adalah kita tidak dapat hanya melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi. Melakukan wawancara, pemberian psikotes, dan observasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal tersebut berguna agar keputusan yang kita ambil tidak salah atau meleset.

Antara Guru BP, School Psychologist, dan Educational Psychologist




Guru BP, school psychologist, dan educational psychologist merupakan tiga bidang yang berbeda, namun sama-sama merupakan bagian dari psikologi pendidikan.



     Guru BP merupakan sosok yang bekerja dalam bagian administratif di sekolah. Guru BP dikenal sebagai guru yang terkadang tiba-tiba masuk ke kelas untuk memberikan ceramah atau penyuluhan. Penyuluhan atau bimbingan dilakukan karena merupakan tugas administratif dari guru BP. Selain itu, guru BP juga menyusun laporan akademik siswa. Kedua hal di atas merupakan tugas dari guru BP selain memanggil siswa-siswa yang bermasalah dalam bidang akademik maupun non-akademik. Walaupun banyak murid yang tidak menyukai guru BP karena dikenal dengan “tukang pemberi sanksi”, namun sebenarnya wibawa dan karakter yang dibawa oleh guru BP dapat menentukan guru tersebut disukai atau disegani oleh murid-muridnya. 

     Profesi kedua adalah school psychologist atau psikolog sekolah. Psikolog sekolah merupakan psikolog yang bekerja di sekolah untuk memberikan konseling terhadap murid-murid yang bermasalah. Jika dilihat dengan kasat mata, psikolog sekolah dan guru BP hampir sama. Yang membedakan keduanya adalah psikolog sekolah merupakan seorang psikolog dan guru BP tidak harus merupakan lulusan psikologi namun bisa merupakan lulusan pendidikan. Selain itu, karena psikolog sekolah merupakan psikolog yang memiliki izin praktek dan diakui, maka psikolog sekolah dapat memberikan tes terhadap murid-murid. Murid yang bermasalah akan berhadapan dengan guru BP, namun jika tidak dapat diatasi maka murid tersebut akan di refer ke psikolog sekolah.
     Guru BP dan psikolog sekolah sama-sama melakukan wawancara setiap saat untuk mengumpulkan data atau informasi. Aplikasi wawancara dalam profesi ini adalah untuk diagnosa klinis, keperluan konseling, dan penerimaan murid baru. Kelebihan wawancara dalam hal ini adalah dapat mengetahui informasi tentang siswa lebih dalam. Kekurangan dari wawancara sendiri adalah siswa terkadang bersikap pura-pura baik atau faking good di depan guru BP ataupun psikolog sekolah. STAR model adalah penanganan yang dapat dilakukan. 
     Profesi ketiga adalah educational psychologist. Tugas dari educational psychologist adalah menyusun kurikulum sekolah yang terstandarisasi, classroom management, dan media pembelajaran. Educational psychologist lebih mengarah kepada pengaturan pendidikan di mana murid belajar dan berkembang.