Wednesday 20 March 2013

Have you have the basic skill of interview ?



Untuk menjadi seseorang yang professional tentu memerlukan skill atau keterampilan.

     Seorang interviewer (i-ter) yang baik juga memerlukan beberapa keterampilan dasar dalam melakukan wawancara terhadap interviewee (i-tee). Keterampilan dasar pertama yang harus dimiliki oleh i-ter adalah kemampuan membina rapport.  Kemampuan yang baik dalam membina rapor akan membuat i-tee merasa nyaman dan berbicara secara jujur dan bebas mengenai masalahnya. Sikap seorang i-ter merupakan kunci dalam membina rapor. Sikap ramah, memperisakan duduk, jabat tangan, sambutan hangat, dan percakapan kecil mengenai cuaca dapat membantu mencairkan suasana yang tegang. Namun, budaya dan agama seorang klien juga harus dipertimbangkan dalam melakukan hal tersebut.
     Seorang i-ter diharapkan tidak menunjukkan raut muka datar dan wajah yang “judgemental”. Selain itu, karakteristik ruangan juga perlu diperhatikan seperti tersebutyediaan kursi yang setara (tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah). Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar i-tee merasa nyaman. Hal yang cukup penting juga adalah jangan menerima telepon, fokus kepada cerita klien, dan hindari hal-hal yang dapat menganggu jalannya percakapan.  Jangan menggunakan jargon-jargon psikologi, namun gunakanlah bahasa yang dimengerti klien dan perhatikan pendidikan i-tee.
     Keterampilan dasar kedua adalah empati. Kunci dari proses ini adalah fokus terhadap klien setiap saat. Keefektifan empati bergantung pada kualitas rapor dengan klien. Penting untuk mengetahui perasaan klien, pengalaman , dan perilaku klien. Walaupun kita tidak mengalami masalah yang dihadapi klien, kita dapat berusaha memahami dengan memposisikan diri kita pada masalah yang dihadapinya. Klien dapat mengetahui bahwa kita menerima, mengerti, dan memahami kata-kata atau masalahnya tanpa membuat judgement terhadap apa yang diceritakan dan diperbuat.
     Keterampilan dasar ketiga adalah attending behavior. Kunci dari proses ini adalah mengurangi kuantitas bicara kita dan memberikan klien waktu untuk bercerita. Mendengarkan, fokus terhadap cerita, diam, dan hanya memberikan isyarat non-verbal diperlukan dalam hal ini. Attending akan mudah jika kita memfokuskan perhatian kita kepada klien bukan kepada diri sendiri. Seorang i-ter dapat mencatat perkataan klien namun dengan izin klien terlebih dahulu, kemudian i-ter dapat bertanya ataupun memberikan komentar seputar topic yang diceritakan. 4 dimensi yang perlu diperhatikan dalam attending behavior:
1.    Visual: Jaga kontak mata dengan klien dan jangan mengalihkan pandangan
2.    Vocal qualities: Nada dan kecepatan berbicara perlu diperhatikan, jangan terlalu cepat dan lambat. 
3.    Verbal tracking: Jangan mengubah tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan sejak awal dan jangan berbicara lompat-lompat
4.    Body language: bahasa tubuh kita dapat membuat klien merasa tidak nyaman. Duduk bertopang dagu dan lipat tangan dapat membuat klien berpikir kita tidak tertarik dengan ceritanya.
     Keterampilan dasar keempat adalah teknik bertanya. Dalam wawancara terdapat teknik bertanya yaitu open question (sifatnya tidak mengarahkan dan klien bebas dalam menjawab) dan closed question (mengarahkan dan jawabannya pendek seperti “ya” atau “tidak”). Closed question dapat membuat klien terpengaruh dengan pemikiran i-ter. 5 hal yang harus dihindari, yaitu:
1.    Being intrusive: jangan paksa klien bicara à klien terganggu dan tidak percaya dengan i-ter.
2.    Jangan bersikap seperti mengintrogasi à klien takut & info tidak terungkap.
3.    Jangan mengontrol klien dengan pertanyaan terus-menerus à klien bingung dan tidak bisa mengungkapkan perasaanya.
4.    Jangan bertanya “Mengapa” karena hanya memunculkan alasan klien bukan hal yang berada di dalam diri klien, tetapi bertanya dengan menggunakan “apa”, “bagaimana”, dan “kapan”.
5.    Bertanya cuma karena mau tahu saja atau “kepo” -> klien kesal!
     Keterampilan dasar kelima adalah kemampuan observasi. I-ter harus mampu mengobservasi perilaku nonverbal klien. Bagaimana bahasa tubuh dan ekspresi yang diberikan oleh klien selama bercerita. I-ter harus mampu mengobservasi perilaku verbal klien, bagaimana klien berbicara dan hal-hal yang diberi penekanan lebih oleh klien. I-ter juga harus mewaspadai diskrepansi verbal dan non-verbal klien selama wawancara. Bisa saja klien belum menceritakan semua hal dengan jujur dan nyaman terhadap hal yang dibicarakan.
     Keterampilan dasar keenam adalah active listening. Dalam proses ini, i-ter dapat melakukan paraphrasing (fokus ke isi cerita) dan parroting (pengulangan perkataan klien). Dalam paraphrasing, i-ter mengklarifikasi perkataan dari klien. Yang perlu diingat disini adalah paraphrasing BERBEDA dengan parroting. Selanjutnya, yang perlu diasah oleh semua i-ter maupun klien adalah membedakan pikiran dan perasaan. Kita sering kali tidak dapat membedakan antara pikiran dan perasaan. Jika ditanya, apa yang kamu rasakan? Saya merasa emosi. Kata “saya merasa” merupakan bentuk dari pikiran. Perasaan biasanya diungkapkan dengan 1 kata (ex: sedih), sedangkan pikiran diungkapkan dengan untaian kata. Selain itu, kata “emosi” juga dapat mengandung banyak arti. Sedih L, marah, kesal, terharu, dan takut juga merupakan suatu bentuk emosi. Masih banyak orang yang tidak dapat membedakan antara bentuk-bentuk emosi tersebut. Yang perlu dipelajari oleh kita semua adalah membedakan emosi-emosi tersebut dan karakteristik dan masing-masing emosi.
     Hal di atas merupakan keterampilan dasar wawancara yang harus dimiliki oleh seorang pewawancara yang baik terutama seorang psikolog. Semoga ulasan singkat ini dapat berguna bagi kita semua.. J  

No comments:

Post a Comment