Untuk menjadi seseorang yang
professional tentu memerlukan skill atau
keterampilan.
Seorang interviewer (i-ter) yang baik juga memerlukan beberapa
keterampilan dasar dalam melakukan wawancara terhadap interviewee (i-tee).
Keterampilan dasar pertama yang
harus dimiliki oleh i-ter adalah kemampuan membina rapport. Kemampuan yang baik dalam membina rapor akan
membuat i-tee merasa nyaman dan
berbicara secara jujur dan bebas mengenai masalahnya. Sikap seorang i-ter merupakan kunci dalam membina
rapor. Sikap ramah, memperisakan duduk, jabat tangan, sambutan hangat, dan
percakapan kecil mengenai cuaca dapat membantu mencairkan suasana yang tegang.
Namun, budaya dan agama seorang klien juga harus dipertimbangkan dalam
melakukan hal tersebut.
Seorang i-ter diharapkan tidak
menunjukkan raut muka datar dan wajah yang “judgemental”.
Selain itu, karakteristik ruangan juga perlu diperhatikan seperti
tersebutyediaan kursi yang setara (tidak ada yang lebih tinggi atau lebih
rendah). Hal-hal tersebut harus diperhatikan agar i-tee merasa nyaman. Hal yang cukup penting juga adalah jangan
menerima telepon, fokus kepada cerita klien, dan hindari hal-hal yang dapat
menganggu jalannya percakapan. Jangan
menggunakan jargon-jargon psikologi, namun gunakanlah bahasa yang dimengerti
klien dan perhatikan pendidikan i-tee.
Keterampilan dasar kedua
adalah empati. Kunci dari proses ini
adalah fokus terhadap klien setiap saat. Keefektifan empati bergantung pada
kualitas rapor dengan klien. Penting untuk mengetahui perasaan klien,
pengalaman , dan perilaku klien. Walaupun kita tidak mengalami masalah yang
dihadapi klien, kita dapat berusaha memahami dengan memposisikan diri kita pada
masalah yang dihadapinya. Klien dapat mengetahui bahwa kita menerima, mengerti,
dan memahami kata-kata atau masalahnya tanpa membuat judgement terhadap apa yang diceritakan dan diperbuat.
Keterampilan dasar ketiga
adalah attending behavior. Kunci dari proses ini adalah mengurangi
kuantitas bicara kita dan memberikan klien waktu untuk bercerita. Mendengarkan,
fokus terhadap cerita, diam, dan hanya memberikan isyarat non-verbal diperlukan
dalam hal ini. Attending akan mudah jika kita memfokuskan perhatian kita kepada
klien bukan kepada diri sendiri. Seorang i-ter
dapat mencatat perkataan klien namun dengan izin klien terlebih dahulu,
kemudian i-ter dapat bertanya ataupun
memberikan komentar seputar topic yang diceritakan. 4 dimensi yang perlu
diperhatikan dalam attending behavior:
1.
Visual:
Jaga kontak mata dengan klien dan jangan mengalihkan pandangan
2.
Vocal
qualities: Nada dan kecepatan berbicara perlu diperhatikan, jangan terlalu
cepat dan lambat.
3.
Verbal
tracking: Jangan mengubah tujuan pembicaraan yang telah ditetapkan sejak awal
dan jangan berbicara lompat-lompat
4.
Body
language: bahasa tubuh kita dapat membuat klien merasa tidak nyaman. Duduk
bertopang dagu dan lipat tangan dapat membuat klien berpikir kita tidak
tertarik dengan ceritanya.
Keterampilan dasar keempat adalah
teknik bertanya. Dalam wawancara
terdapat teknik bertanya yaitu open
question (sifatnya tidak mengarahkan dan klien bebas dalam menjawab) dan closed question (mengarahkan dan
jawabannya pendek seperti “ya” atau “tidak”). Closed question dapat membuat klien terpengaruh dengan pemikiran i-ter. 5 hal yang harus dihindari,
yaitu:
1.
Being
intrusive: jangan paksa klien bicara à klien terganggu dan tidak percaya
dengan i-ter.
2.
Jangan
bersikap seperti mengintrogasi à klien takut & info tidak
terungkap.
3.
Jangan
mengontrol klien dengan pertanyaan terus-menerus à klien bingung dan tidak bisa
mengungkapkan perasaanya.
4.
Jangan
bertanya “Mengapa” karena hanya memunculkan alasan klien bukan hal yang berada
di dalam diri klien, tetapi bertanya dengan menggunakan “apa”, “bagaimana”, dan
“kapan”.
5.
Bertanya
cuma karena mau tahu saja atau “kepo” -> klien kesal!
Keterampilan dasar kelima adalah
kemampuan observasi. I-ter harus mampu mengobservasi perilaku
nonverbal klien. Bagaimana bahasa tubuh dan ekspresi yang diberikan oleh klien
selama bercerita. I-ter harus mampu
mengobservasi perilaku verbal klien, bagaimana klien berbicara dan hal-hal yang
diberi penekanan lebih oleh klien. I-ter juga
harus mewaspadai diskrepansi verbal dan non-verbal klien selama wawancara. Bisa
saja klien belum menceritakan semua hal dengan jujur dan nyaman terhadap hal
yang dibicarakan.
Keterampilan dasar keenam adalah
active
listening. Dalam proses ini, i-ter
dapat melakukan paraphrasing (fokus
ke isi cerita) dan parroting
(pengulangan perkataan klien). Dalam paraphrasing,
i-ter mengklarifikasi perkataan dari
klien. Yang perlu diingat disini adalah paraphrasing
BERBEDA dengan parroting. Selanjutnya,
yang perlu diasah oleh semua i-ter
maupun klien adalah membedakan pikiran dan perasaan. Kita sering kali tidak
dapat membedakan antara pikiran dan perasaan. Jika ditanya, apa yang kamu
rasakan? Saya merasa emosi. Kata “saya merasa” merupakan bentuk dari pikiran.
Perasaan biasanya diungkapkan dengan 1 kata (ex: sedih), sedangkan pikiran
diungkapkan dengan untaian kata. Selain itu, kata “emosi” juga dapat mengandung
banyak arti. Sedih L,
marah, kesal, terharu, dan takut juga merupakan suatu bentuk emosi. Masih
banyak orang yang tidak dapat membedakan antara bentuk-bentuk emosi tersebut.
Yang perlu dipelajari oleh kita semua adalah membedakan emosi-emosi tersebut
dan karakteristik dan masing-masing emosi.
Hal di atas merupakan keterampilan dasar wawancara yang harus dimiliki
oleh seorang pewawancara yang baik terutama seorang psikolog. Semoga ulasan
singkat ini dapat berguna bagi kita semua.. J
No comments:
Post a Comment